Rabu, 15 Januari 2014

Sukses Credit Union di Sumatera



Pada akhir bulan November 2013 saya ada kelas softskill dan materinya membahas tentang Credit Union dan Microfinance.Pak Dosen pun menerangkan terlebih dahulu tentang Microfinance dan Credit Union.Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi informasi mengenai Credit Union.

Jujur saja pertama kali saya mengenal Credit Union ini dari Dosen saya yang mengajar mata pelajaran Ekonomi Koperasi.

Credit Union atau bahasa Indonesianya adalah Koperasi Kredit,sangat membantu rakyat yang berpenghasilan rendah.Mengapa saya bisa mengatakan hal seperti itu,karena sebelumnya saya telah membahas sedikit tentang Credit Union ini.Berikut ada cerita sukses credit union nih dari Sumatera Utara persis yang dikatakan dosen saya.So,saya langsung searching dan ternyata benar adanya,bagi saya ini adalah berita yang sangat menyenangkan dan patut dicontoh untuk memajukan maupun mengembangkan perekonomian Indonesia.

Cerita Sukses "Credit Union"

OLEH KHAERUDIN

KOMPAS.com — Jalan hidup Pintaraja Marianus Sitanggang berubah sepulang mengikuti seminar perburuhan di Baguio City, Filipina, tahun 1970. Sitanggang yang saat itu menjadi guru SMA Katolik Budi Mulia, Pematang Siantar, Sumatera Utara, berada di Filipina karena ditugaskan Pengurus Pusat Persatuan Guru Katolik. 

Salah satu materi seminar perburuhan itu tentang credit union (CU), yang di Indonesia diterjemahkan secara bebas sebagai koperasi kredit. Sepulang dari Filipina, Sitanggang tergerak mendirikan CU di sekolahnya.

Ia mengajak guru dan karyawan SMA Budi Mulia. Namun, kondisi ekonomi saat itu belum pulih setelah lonjakan inflasi pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Ini membuat tak banyak orang tertarik pada ide koperasi simpan pinjam itu.

Sitanggang tak kehilangan akal. Sebagai ketua yayasan, ia lalu memotong sebagian gaji guru dan karyawan sebagai simpanan saham. Simpanan saham dalam Undang-Undang Koperasi dikenal dengan istilah simpanan wajib anggota.

Ia juga mengajak guru dan karyawan SMA Cinta Rakyat bergabung agar permodalan CU semakin kuat. Pada tahun 1973 terbentuklah CU Cinta Mulia.

Pada awal tahun 1970 pula, Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Medan mengadakan kursus dasar pembentukan CU. Mendengar di Pematang Siantar sudah ada CU yang didirikan Sitanggang, Keuskupan Agung Medan membentuk tim untuk menyosialisasikan ide pendirian CU ke beberapa daerah lain di Sumut.

”Waktu itu lembaga keuangan, apalagi koperasi, hampir tak dipercaya masyarakat. Di sisi lain, masyarakat miskin di desa-desa tak mengenal konsep menabung karena untuk makan saja sulit,” ujarnya.

Tantangan membentuk permodalan bersama bagi rakyat miskin di pedesaan tak menyurutkan semangat Sitanggang. Ia tak ragu mendatangi kedai tuak, mengunjungi rumah warga di pelosok Sumut, hanya untuk memberi pemahaman bahwa semiskin-miskinnya orang masih ada yang bisa mereka sumbangkan.

Dengan berkantor di gereja selama 10 tahun pertama, CU mulai dilirik masyarakat. ”Wibawa gereja membuat masyarakat percaya kepada CU,” katanya.
Namun, awal tahun 1980 gereja menarik diri dari pengembangan CU. ”Secara perlahan gereja mundur karena memang bukan tugasnya,” ujar Sitanggang.
Hikmahnya, CU menjadi semakin inklusif. CU menjadi lembaga keuangan yang tak hanya dimiliki jemaat gereja Katolik, tetapi juga mereka yang beragama lain.

Mulai bermunculan

Setelah Pematang Siantar, CU kemudian berdiri juga di Pakkat dan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Siborongborong, Tapanuli Utara, Aek Kanopan, Labuhan Batu Utara, Tebing Tinggi, serta Barus dan Manduamas, Tapanuli Tengah.

Bermunculannya CU ini lalu menumbuhkan Badan Pengembangan Daerah Koperasi Kredit Sumut yang menjadi cikal bakal koperasi sekunder (pusat koperasi di tingkat provinsi), Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D). Penyesuaian nama sejalan dengan Undang-Undang Koperasi, membuat BK3D diubah menjadi Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit), dan Sitanggang menjadi ketuanya hingga kini.

Ia juga menjaga filosofi koperasi sebagai lembaga keuangan yang didirikan secara bersama untuk mengubah nasib anggotanya. Ia memegang teguh prinsip; koperasi dibentuk karena ada sekelompok orang yang merasa senasib dan menyadari bersama nasib mereka harus diperbaiki.
”Kebersamaan di CU diwujudkan dengan menyimpan dan memberikan pinjaman kepada anggota yang paling memerlukan,” ujar Sitanggang yang juga bercerita bahwa hingga akhir tahun 1970 CU tak boleh menggunakan nama koperasi.

”Ini karena koperasi di desa, menurut pemerintah, hanya satu, yakni KUD (koperasi unit desa). CU terpaksa bergerak sembunyi-sembunyi karena kalau ketahuan pemerintah saat itu kami dipaksa masuk KUD. Padahal, banyak KUD mengingkari prinsip koperasi. Pengurusnya ditunjuk pejabat di daerah di mana KUD berada, bukan berdasarkan kemauan anggota,” katanya.

Selain itu, ia juga harus berusaha menyadarkan warga miskin di pedesaan agar menyisihkan sebagian uang mereka sebagai simpanan saham anggota CU. Pada awal pendirian, simpanan saham anggota CU Rp 200 per bulan. Kini, simpanan saham Rp 10.000-Rp 50.000. ”Simpanan saham ini menjadi tanda andil anggota sebagai pemilik CU,” ujarnya.

Daya tarik

Sebagai koperasi simpan pinjam, daya tarik CU adalah penyaluran kredit atau pinjaman kepada anggota. Guna menghimpun modal, CU juga memiliki berbagai produk simpanan nonsaham, seperti simpanan bunga harian (sibuhar) yang mirip tabanas, simpanan pendidikan (mirip tabungan berencana), dan simpanan sukarela berjangka (mirip deposito).

Sebagai lembaga pembiayaan, saingan CU adalah bank. Jadilah persaingan itu berkaitan dengan penentuan suku bunga. Jika suku bunga simpanan bank di bawah 9 persen, CU menetapkan di atasnya, yaitu 9-15 persen. Jika suku bunga pinjaman bank dihitung berdasarkan total pinjaman, suku bunga pinjaman CU berlaku menurun, dihitung dari sisa pokok pinjaman dengan besaran bunga 2,5 persen. ”Di desa yang CU-nya besar, bank umumnya enggak laku.”

”Tetapi, kami juga harus menjaga ’penyakit’ anggota CU, yang biasa disebut lapar kredit. Saya selalu ingatkan filosofi CU yang utama adalah keswadayaan. Kredit diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan di antara anggota. Makanya, CU menetapkan beberapa aturan agar seseorang bisa mendapatkan kredit, salah satunya hadir rutin dalam pertemuan kelompok, prestasinya dalam menabung, dan tak bermasalah dalam pembayaran pinjaman,” katanya.

Sebagai koperasi yang sejak awal ingin memberdayakan warga miskin, terutama di pedesaan yang warganya mayoritas petani, CU menjadi penolong. ”Kami bisa memberikan pinjaman bagi anggota yang mengalami gagal panen. Kalau mereka tak diberikan stimulus pinjaman baru, justru nantinya bakal menjadi kredit macet di CU,” katanya.

Kerja keras Sitanggang selama 40 tahun berbuah manis. Berawal sebuah koperasi yang dibentuk dari dua SMA di Pematang Siantar, kini ada 61 CU di bawah Puskopdit BK3D Sumut. Total aset CU di bawah Puskopdit BK3D ini, per November 2010, mencapai Rp 1 triliun. Uang tersebut semuanya berasal dari simpanan saham anggota CU yang jumlahnya lebih dari 250.000 anggota.

Salah satu cerita sukses credit union di Sumatra tadi sangat menginspirasi kita untuk terus maju.Point point untuk pembelajaran telah saya tandai berwarna orange untuk kita pelajari dan kita terapkan dalam kehidupan kita,bahwa dengan kerja keras dan tekun semua akan berbuah manis ^­_^

Lakukan perubahan itu penting apalagi mengarah pada hal positif dan bermanfaat untuk orang banyak maupun orang yang ada disekeliling kita.Tidak lupa kata “jangan menyerah” bila kita mengalami kegagalan karena dari situlah kita bisa menjadi orang yang lebih baik.

Untuk informasi lebih lanjut maupun informasi lain mengenai Ekonomi bisa cek dan klik sumber dibawah yang telah dicantumkan yaa ^_^

Editor             : Erlangga Djumena

Sumber           :
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/01/26/09184186/Cerita.Sukses.Credit.Union.

Memahami Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah

 

                                           Gambar : jasawebeniqma.wordpress.com

Di semester tiga ini saya telah belajar tentang apa itu Bank Konvensional (Bank Umum) dan Bank Syariah,pada mata pelajaran Bank dan Lembaga Keuangan.Tetapi saya belum memahami betul tentang bank.Akhirnya saya searching dan akan berbagi sedikit tentang perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Ketika pertama kali saya mendengar kata Syariah saya langsung berfikiran kepada aturan yang ada diagama islam. Syariah bisa juga diartikan dengan norma atau hukum yang bersumber pada Alqur’an dan As-Sunnah.

Bulan lalu,saya jadi teringat ketika ada presentasi dikelas dari mata pelajaran Dasar Manajemen Keuangan dan salah satu teman saya bertanya apa perbedaan dari Bank Konvensional dan Bank Syariah,kebetulan yang presentasi ada salah satunya ada yang ikut forum Ekonomi Syariah Gunadarma University,dan saya sangat senang dalam presentasi ini.Teman saya berkata bahwa Bank Syariah tidak menerapkan bunga tetapi bagi hasil yang diterapkan,kalau tidak salah bila ada transaksi maupun jual beli dibank syariah ada ijab dan kabulnya seperti dipernikahan agama islam.Itu yang saya ingat dari presentasi tersebut,tapi apakah hanya itu perbedaan nya.Lalu saya searching google agar lebih memahami perbedaannya dan kebetulan saya mendapatkan softskill ekonomi koperasi jadi saya post juga untuk tugas karena masih sekitar memanajemen kan uang.

Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk- produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.
Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Pengertian Riba,secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest, dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju. Sangat menguntungkan salah satu pihak tapi berakibat fatal untuk pihak lainnya. Riba, berpotensi memberikan keuntungan yang sangat besar disatu pihak namun menimbulkan kerugian yang sangat besar dipihak lain.

Selain perbedaannya terletak di bunga dan bagi hasil,ada perbedaan lain,yaitu pengelolaan dana masyarakat. Dalam sistem bank syariah dana masyarakat dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional, dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja masyarakat membutuhkan uangnya untuk berbagai keperluan maka bank syariah harus siap memenuhinya, jadi dana titipan sangat likuid, kapanpun masyarakat bisa menarik uangnya kembali. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat sebagai suatu investasi. Karena dananya ditaruh tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana masyarakat tersebut di investasikan maka bersiap siaplah menanggung risiko. Seperti yang kita ketahui, setiap investasi adalah usaha yang tidak hanya akan mendapatkan keuntungan tapi juga mengandung risiko berupa kerugian, maka biasanya antara masyarakat yang menginvestasikan dananya dan bank yang menjalankan investasi sama-sama saling berbagi baik itu keuntungan maupun kerugian.

Demikian pula sebaliknya, masyarakat yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya atau akan memulai usaha bisa bermitra dengan bank syariah dengan metode bagi hasil. Dari dana masyarakat yang berupa investasi dan titipan, bank kemudian melakukan berbagai usaha yang diperbolehkan oleh syariat. Dan hasil dari usaha itulah keuntungan yang akan dibagikan kepada masyarakat yang menitipkan atau menginvestasikan uangnya kepada bank. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh bank maka akan semakin tinggi juga yang akan dibagikan kepada masyararakat dan semakin kecil keuntungan yang diperoleh bank maka semakin sedikit laba yang akan dibagi. Jadi pada dasarnya, uang dari masyarakat itu harus diinvestasikan dulu kedalam berbagai usaha yang dikelola oleh bank, setelah mendapat laba baru dibagi pada masyarakat.

Sedangkan pada bank konvensional, dana dari masyarakat itu diinvestasikan atau tidak dalam berbagai usaha yang dikelola oleh bank, bunga harus tetap dibayarkan kepada masyarakat.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah.Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan yang didapat masyarakat
Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan bank tidak mesti dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

Sumber  :

http://muda.kompasiana.com/2013/08/21/perbedaan-bank-syariah-dengan-bank-konvensional--585264.html